Breaking

LightBlog

Selasa, 07 Juni 2016

Sistim pemilihan umum




BAB I
PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang 
              Di kebanyakan negara demokrasi, pemilihan umum di anggap lambang sekaligus tolak ukur, dari demokrasi itu hasil pemilihan umum yang di selenggarakan dalam suasana keterbukaan dengan kebebasan berpendapat dan kebebasan berserikat, di anggap mencerminkan walaupun tidak begitu akurat, partisipasi dan kebebasan masyarakat sekalipun demikian, disadari bahwa pemilu tidak merupakan satu-satunya tolak ukur dan perlu dilengkapi dengan pengukuran beberapa kegiatan lain yang lebih bersifat  berkesinambungan, seperti partisipasi dalam kegiatan partai.
              Di banyak negara ketiga atau negara yang sedang berkembang beberapa kebebasan seperti yang dikenal di dunia barat kurang diindahkan. Seperti indonesia, perkembangan demokrasi di indonesia telah pasang surut. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang dan juga sebagai demokrasi yang sedang berusaha mencapai stabilitas nasional dan memantapkan kehidupan politik, juga mengalami gejolak sosial dan politik dalam proses pemilihan umum.
B.   Rumusan Masalah
       1.  Apa yang di maksut dengan sistem pemilihan umum ?
       2.  Keuntungan dan kelemahan dari dua sistem yaitu sistem distrik, sistem proporsional?
       3.  Bagaimana sistem pemilihan umum di indonesia apakah sudah berjalan sesuai yang di harapkan?



BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian Sistem Pemilihan Umum
          Pemilihan umum ialah suatu proses pemilihan orang-orang untuk mengisi jabatan politik tertentu seperti presiden, wakil rakyat, di berbaga tingkat pemerintahan, sampai yang paling sederhana/paling kecil yaitu kepala desa. Pada konteks yang lebih luas, pemilihan umum juga dapat berarti proses mengisi jabatan tertentu. Pemilu merupakan salah satu usaha untuk mempengaruhi rakyat secara persuasif (tidak memaksa) dengan melakukan kegiatan retorika, hubungan kemasyarakatan, komunikasi massa, lobbying, dll.
           Biasanya para kandidat akan melakukan kampanye sebelum pemungutan suara dilakukan selama selang waktu yang telah ditentukan. Dalam kampanye tersebut para kandidat akan berusaha menarik perhatian msyarakat secara persuasif, menyatakan visi dan misinya untuk memajukan dan memperjuangkan kesejahteraan rakyat.


A.   Sistem Pemilihan Umum
             Di kebanyakan negara demokrasi pemilihan umum di anggap lambang, sekaligus tolak ukur dari demokrasi itu. Hasil  pemilihan umum yang diselenggarakan dalam suasana keterbukaan dengan kebebasan berpendapat dan kebebasan berserikat.
             Dalam ilmu politik dikenak bermacam-macam sistem pemlihan umum dengan berbagai variasinya, akan tetapi umumnya berkisar pada dua prinsip pokok, yaitu:
a. single-member constituency (satu daerah pemilihan memilih satu wakil; biasanya disebut sistem distrik).
b. Multi-member constituency (satu daerah pemilihan memilih beberapa wakil; biasanya dinamakn sistem perwakilan berimbang atau sistem proporsional). 
            Di samping itu ada beberapa varian seperti block vote, Alternative Vote, sistem dua putaran, sistem paaralel, SNTV, Mixed member proporsional, STV. Tiga yang pertama lebih dekat ke sistem distrik, sedangkan yang lain ebih dekat ke sistem proporsional.
            Dalam sistem distrik, satu wilayah kecil (yaitu distrik pemilihan) memilih satu wakil tunggal atas dasar pluralitas. Dalam sistem proporsional, satu wilayah besar (yaitu daerah pemilihan) memilih beberapa wakil. Perbedaan pokok antara dua sistem ini ialah bahwa cara menghitung perolehan suara dapat menghasilkan perbedaan dalam komposisi perwakilan dalam parlemen bagi masing-masing partai politik.
             Sistem distrik merupakansistem pemilihan yang paling tua dan didasarkan atas kesatuan geografis. Setiap kesatuan geografis (yang biasanyaa disebut”distrik”karena kecilnya daerah yang tercakup) memperoleh satu kursi dalam parlemen. Dalam sistem distrik menjadi bagian dari suatu wilayah, satu distrikhanya berhak atas satu kursi, dan kontestan yang memperoleh suara terbanyak menjadi pemenang tunggal. Hal ini terjadi sekalipun selisih suara dengan partai lain hanya kecil saja. Suara yang tadi nya mendukung kontestan lain dianggap hilang dan tidak dapat membantu partainya untuk menambah jumlah suara partainya di distrik lain.
             Dalam sistem proporsional, satu wilayah dianggap satu  kesatuan, dan dalam wilayah itu jumlah kursi dibagi sesuai jumlah suara yang diperoleh oleh para kontestan, secara nasional, tanpa menghiraukan distribusi suara itu. Perbedaan sistem distrik dan sistem proporsional, sistem distrik sering dipakai dinegara yang mempunyai sistem dwi partai seperti inggris serta bekas jajahannya seperti india, malaysia dan amerika. sistem proporsional sering diselenggarakan dalam negaraa dengan banyak partai seprti belgia, swedia, italia, negeri belanda dan indonesia.

      2. Keuntungan dan kelemahan dari Sistem Distrik dan Proporsional 
      -  Keuntungan sistem distrik
      1.   Sistem ini lebi mendorong ke arah integrasi partai-partai politik karena kursi     yang diperebutkan dalam  setiap distrik pemilihan hanya satu.
      2.   fragmantasi partai dan kecenderungan membentuk partai baru dapat di bendung; sistem ini bisa mendorong  kearah penyederhanaan partai secara alami dan tanpa paksaan 
       3.   karena kecilnya distrik, maka wakil yang terpilih dapat dikenal oelh komunitasnya, sehingga hubunnga dengan konstituen lebih erat. Dengan demikian si wakil akan lebih cenderung untuk memperjuangkan kepentingan distriknya.
       4.  Bagi partai besar sistem ini menguntungkan karena melalui distortion effect dapat merai suara dari pemilih-pemilih lain, sehingga memperoleh kedudukan mayoritas.
       5.  Lebih mudah bagi suatu partai untuk mencapai kedudukan mayoritas dalam parlemen, sehingga tidak perlu diadakan koalisi dengan partai lain.
       6.  Sistem ini sederhana dan murah untuk di selenggarakan. 


      - Kelemahan Sistem Distrik
      1.  Sistem ini kurang memperhtiakan kepentingan partai kecil  dan golongan mnoritas, apalagi jika golongan ini terpancar dalam berbagai distrik.
      2.  Sistem ini kurang representif dalam arti bawa partai yang calonnya kalah dalam satu distrik kehilangan suara yang telah mendukungnya.
      3.  Sistem distrik dianggap kurang efektif dalam masyarakat yang plural karena terbagi dalam kelompok etnis, religius dan tribal. 
      4.  Ada kemungkinan si wakil cenderung untuk lebih memperhatikan kepentingan distrik serta warga distriknya, dari pada kepentingan nasional.
       
     -Keuntungan Sistem Proporsional
       1.  Sistem proporsional di anggap representatif, karena jumlah kursi partai dalam parlemen sesuai dengan jumlah suara masyarakat yang di peroleh dalam pemilihan umum.
       2.   Sistem proporsional dianggap lebih demokratis
      -Kelemahan Sistem Proporsional
       1.   Sistem ini kurang mendorong partai-partai untuk bernegara/bekerjasama satu sama lain dan memanfaatkan persamaan yang ada tetapi sebaliknya cenderung mempertajam perbedaan. 
       2.  Sistem ini mempermudah fragmantasi partai.
       3.  Sistem proporsional memberikan kedudukan yang kuat pada pimpinan partai melalui sistem daftar karena pimpinan partai menentukan daftar calon.
       4.   Wakil yang terpilih kemungkinan renggang ikatannya dengan konstituennya.
       5.   Karena banyaknya partai yang bersaing, sulit bagi suatu partai untuk meraih mayoritas (50%+satu) dalam parlemen, yang di perlukan untuk membentuk pemerintahan.
      3. Sistem Pemilihan Umum di Indonesia
      Sejak kemerdekaan hingga tahun 2009 bangsa indonesia telah menyelenggarakan sepuluh  kali pemilihan umum,yaitu pemilihan umum 1945, 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, 1997, 1999, 2004 dan 2009. Akan tetapi pemilihan pada tahun 1955 merupakan pemilihan umum yang dianggap paling istimewa karena ditengah suasana kemerdekaan yang masih tidak stabil indonesia melakukan PEMILU, bahkan dunia internasional memuji pemilu pada tahun tersebut. Pemilihan umum berlangsung dengan terbuka, jujur, dan fair, meski belum ada sarana secanggih pada saat ini atau jaringan kerja KPU. Semua pemilihan umum tersebut tidak diselenggarakan dalam situasi yang vacuum, melainkan berlangsung  di dalam lingkungan yang turut menetukan hasil pemilihan umum itu sendiri. Dari pemilihan umum tersebut juga dapat diketahui adanya upaya untuk mencari sistem pemilihan umum yang cocok di indonesia.
           a.    Zaman Demokrasi Parlementer (1945-1959)
Sebenarnya pemilihan umum sudah direncanakan mulai bulan oktober 1945, tetapi baru dilaksanakan oleh kabinet burhanuddin harahap pada tahun 1955. pada pemilihan umum itu pemungutan suara dilakukan dua kali, yaitu satu kali untuk memilih anggota DPR pada bulan september dan satu kali untuk memilih anggota konstituante pada bulan desember. Sistem pemilihan yang digunakan ialah sistem proporsional, sebagaimana yang  dicontohkan oleh belanda, merupakan satu-satunya sistem pemilihan umum yang dikenal dan dimengerti oleh para pemimpin negara.
           b.      Zaman Demokrasi Terpimpin (1959-1965)
                Sesudah mencabut maklumat pemerintah november 1945 tentang kebebasan untuk mendirikan partai, presiden soekarno mengurangi jumlah partai menjadi sepuluh. Kesepuluh partai ini : PNI, Masyumi, NU, PKI, Partai Katolik, partindo, partai murba, PSII Arudji, IPKI, dan partai Islam perti kemudian ikut dalam pemilihan umum 1971 di masa Orde baru. Di zaman Demokrasi terpimpin tidak diadakan pemilihan umum.
             c.      Zaman Demokrasi Pancasila (1965-1998)
Sesudah runtuhnya rezim Demokrasi Terpimpin yang semi otoriter ada harapan besar dikalangan masyarakat untuk dapat mendirikan suatu sistem politik yang demokratis stabil Berbagai forum diskusi diadakan seperti misalnya nusyawaroh nasional III persahi 1966 dan simposim HAM, juni 1967. Diskusi yang paling penting diadakan di SESKOAD, Bandung pada tahun 1966. Pada seminar Angkatan Darat II dibicarakan langkah-langkah yang praktis untuk megurangi jumlah partai politik, karena ulah mereka dianggap telah mengakibatkan rapuhnya sistem partai politik. Salah satu caranya ialah melalui sistem pemilihan umum. 
            d.       Zaman Reformasi (1998-sekarang)
Di awal masa reformasi, kita mendapat banyak artikel, tulisan, dan pembahasan ilmiah yang menyoroti kelemahan dalam sitem politik yang diterapkan di indonesia sebelum masa reformasi. Persoalan yang mengemuka diantaranya ialah lemahnya peran parlemen (lembaga legislatif) di bandingkan dengan eksekutif, dan kurang menonjolnya fungsi para legislator di parlemen dalam menjalankan fungsi yang diamanatkan.
BAB III
KESIMPULAN

           Di kebanyakan negara demokrasi, pemilu dianggap sebagai lambang dan tolak ukur demokrasi. Pemilu yang terbuka bebas berpendapat dan bebas berserikat mencerminkan demokrasi walaupun tida begitu akurat. Pemilihan umum ialah suatu proses  pemilihan orang-orang untuk mengisi jabatan-jabatan politik tertentu. Dalam ilmu politik dikenal berbagai macam sisem pemilu dengan berbagai variasi,tetapi umumnya berkisar pada dua prinsip pokok, yaitu: sisitem distrik dan sitem proporsional.
           Sejak awal kemerdekaan indonesia telah mengalami pasang surut dalam sistem pemilu. Dari pemilu terdahulu hingga sekarang dapat diketahui bahwa adanya upaya unuk mencari sistem pemilihan umum yang cocok untuk indonesia.sejak awal pemerintahan yaitu demokrasi parlementer, terpimpin, pancasila dan reformasi, dalam kurun waktu itulah indonesia telah banyak mengalami transformasi politik dan sistem pemilu.
             Melihat fenomena politik sistem pemilihan umum proporsional tertutup memang lebih menguntungkan tetapi harus diikuti dengan transparansi erhadap publik kalau tidak akan menimbulkan oligarki pemerintahan. 
             Pada akhirnya konsilidasi partai politik dan sistem pemilihan umum sudah berjalan dengan baik. Akan etapi, itu belum berati kehidupan kepartaian indoneia juga benar-benar siap untuk memasuki zaman global. Sejumlah kelemahan yang bisa diinventarisir dari kepartaian  kita adalah rekrutmen politik, kemandirian secara pendanaan, internal dan kepemimpinan.


DAFTAR PUSTAKA
Jean Blondel,”Electoral Systems and and the influence of Electoral System on party Systems” dalam An Introductions to Comparative Government (London:Weindenfield and Nicholson,1969).

Maurice Duverger, political parties(London:Methuen and Co.Ltd.,1954).

Vernon Bogdanor,ed.,The Blackwell Encyclopediya of political science (oxford:Blackwell   Publishers,1991).

Rod Hague et al.,Comparative Government and politics,ed.ke-4 (London:MacMillan Press:1998.

Rusli karim, perjalanan partai politik di indonesia(Jakarta:CV Rajawali,198).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Adbox