Breaking

LightBlog

Selasa, 07 Juni 2016

Ritual dan Siklus kehidupan jawa




PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang

Masyarakat jawa adalah suatu kesatuan yang diikat oleh norma hidup karena sejarah, tradisi maupun agama. Setiap wilayah pasti mempunyai kebudayaan khas yang berbeda-beda serta kepercayaan yang sudah diyakini masyarakatnya. Disini jawa sangat kental akan tradisi dan kebudayaan yang sudah dijalankan masyarakat secara turun temurun bahkan sudah menjadi rutinitas. Melihat siklus kehidupan masyarakat jawa mulai dari masa kepercayaan animisme hingga islam masuk di jawa terdapat berbagai tradisi yang berbeda khusunya dalam bentuk ritual. Maka pada kesempatan kali ini akan dipaparkan lebih detail mengenai ritual-ritual masyarakat jawa dari masa ke masa.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian Ritual dan siklus kehidupan jawa?
2.      Apa saja ritual-ritual dalam masyarakat jawa dari masa ke masa?
3.      Karena apa ritual tersebut dilakukan?

C.     Tujuan penulisan

Agar  mahasiswa dapat mengetahui dan memahami bagaimana ritual-ritual dalam masyarakat jawa yang begitu kental dengan kehidupan sehari-hari.

























                                        PEMBAHASAN

A.    Pengertian ritual dan siklus kehidupan jawa

Dalam buku “islam pesisir” oleh Dr. Nur syam dikatakan bahwa banyak dikemukakan oleh para ahli dalam berbagai disiplin ilmu yang berbeda-beda, bahwa pengertian Ritual adalah :
a.       Seperangkat tindakan yang selalu melibatkan agama atau magic, yang dimantapkan melalui tradisi.
b.      Upacara yang terbatas , tetapi secara simbolis lebih kompleks karena menyangkut urusan  sosial dan psikologis yang lebih dalam.[1]
c.       Aktivitas yang di dalamnya sangat kental nuansa simbolnya.[2]

Ritual pada umumnya lebih mengacu pada sifat dan tujuan mistis serta ritual di lihat sebagai perwujudan esensial dari kebudayaan.

B.     Ritual Masyarakat jawa dari masa ke masa


1.      Masa kepercayaan Animisme
Merupakan kepercayaan tentang adanya roh atau jiwa pada benda mati maupun benda hidup. Dengan kepercaayaan tersebut mereka beranggapan bahwa disamping semua roh yang ada terdapat roh yang paling berkuasa dan lebih kuat dari manusia. Maka agar terhindar dari roh tersebut masyarakat jawa menyembahnya dengan melakukan ritual-ritual. Diantara ritual-ritual tersebut  adalah:

Upacara penyembahan nenek moyang dilakukan dengan membuat monument batu besar dan patung nenek moyang, simbol-simbol upacara tersebut dapat dilihat dari adanya sesaji, pembakaran kemenyan, bunyi-bunyi dan tarian . Semua itu dimaksudkan untuk mengundang arwah-arwah nenek moyang untuk berkenan memberikan berkah.[3]

2.      Masa kepercayaan dinamisme
 Masyarakat jawa mempercayai bahwa apa yang telah mereka bangun adalah hasil dari adaptasi pergulatan dengan alam. Maka banyak ritual yang dilakukan agar semua kekuatan alam yang akan mempengaruhi kehidupan diri dan keluarganya dapat dikalahkan. Ritual-ritual tersebut diantaranya :
a.       Laku perihatin / perih ing batin.
b.      Cegah dahar lawan guling (mencegah makan dan mengurangi tidur).
c.       Mutih (makan makanan yang serba putih).
d.      Ngasrep (makan makanan dan minuman yang tawar)
e.       Puasa pada hari wetonan.
f.       Pati geni (tidak makan, minum,dan tidak melihat sinar selama 40 hari 40 malam).

Usaha untuk menambah kekuatan batin itu sendiri juga dilakukan dengan cara menggunakan benda bertuah / kekuatan gaib yang disebut jimat seperti : keris, tombak, batu akik, akar bahar dan kuku macan.[4]
3.      Masa kercayaan Hindu-Budha
 Pada dasarnya budaya di masa Hindu-Budha merupakan manifestasi kepercayaan-kepercayaan jawa Hindhu-Budha semenjak datang di tanah jawa. Kegiatan tersebut berupa upacara, tradisi yang sebagian masih dapat dilihat keberadaannya sampai saat ini. Upacara tersebut dilakukan untuk memperoleh kesejahteraan dari para dewa.
Ritual-ritual tersebut dapat dilihat sebagai berikyut :
a.       Upacara wiwit (permulaan musim tanam), diwujudkan pada pemujaan dewi padi yaitu dikenal dengan dewi sri.
b.      Ritual kesuburan, yaitu agar manusia dikaruniai keturunan yang banyak.
c.       Upacara kultus terhadap ratu kidul.
d.      Upacara perawatan dan penjamasan pusaka.
e.       Upacara keagamaan (grebeg). Yang dapat disimbolkan dengan kerucut-kerucut nasi.
f.       Ritual pesta atau arak-arakan sejumlah gunungan keluar istana.[5]

4.        Masa masuknya islam di jawa
Dalam agama islam mengajarkan agar para pemeluknya melakukan kegiatan-kegiatan ritualistic tertentu, kegiatan tersebut berupa ibadah (shalat, puasa, sedekah, dll) dan adat (perayaan hari besar islam,  dan peringatan siklus hidup). Bagi orang jawa, hidup itu penuh dengan upacara-upacara yang berkaitan dengan lingkungan hidup manusia sejak dari kandungan, lahir, kanak-kanak, remaja, dewasa, hingga kematian, atau juga upacara yang berkaitan dengan aktifitas kehidupan. Masyarakat jawa menyelenggarakan berbagai upacara keagamaan islam local, upacara ini dikategorikan dalam beberapa hal, yaitu :
a.       Ritus lingkaran hidup (upacara kehamilan, kelahiran, khitanan, perkawinan, dan kematian).
b.      Upacara tolak balak (sedekah bumi, upacara pertanian, upacara sedekah laut).
c.       Upacara hari-hari besar (muludan, syuronan, rejeban).
d.      Upacara hari-hari baik (pindah rumah, bepergian dan perdagangan).[6]

Adapun sebagai simbol dalam upacara-upacara tersebut terdiri atas berbagai unsur seperti:
a.       Berkorban
b.      Berprosesi
c.       Semedi
d.      Selamatan (do’a,berkat).[7]

Penjelasan singkat oleh clifford geerts dalam bukunya, bahwa selametan adalah versi jawa dari apa yang barangkali merupakan upacara keagamaan yang paling utama di dunia, ia melambangkan kesatuan mistis dan sosial mereka yang ikut serta di dalamnya.[8]
Selametan dapat diadakan untuk memenuhi semua hajat orang yang berhubungan dengan suatu kejadian yang ingin diperingati
e.       Bersaji (sesajian) dalam masyarakat jawa sesajian dapat di bagi menjadi empat jenis, yaitu:
·          sesaji selamatan (sesaji yang di peruntukan baginyang kuasa , rosul, wali, dan sebagainya)
·         Sesaji penolakan (sesaji sebagai sarana penolakan roh roh-roh jahat)
·         Sesaji wadima (sesaji yang dilakukan secara teratur kepada rosul, wali, jin, kekuatan orang yang sudah meninggal, hewan, tumbuhan, dan sebagainya)
·         Sesaji sedekah (berupa pemberian makanan, yang bertujuan untuk keselamatan roh-roh orang yang sudah meninggal dan orang yang menyelenggarakan acara).[9]

           Unsur-unsur tersebut sebagian sudah ada pada masa-masa sebelum adanya islam di jawa. Khususnya sesaji sudah banyak dilakukan oleh masyarakat jawa pada masa-masa pra-islam. Dan di dalam masing-masing unsur tersebut mempunyai simbol tersendiri.

C.    Tujuan diadakannya Ritual

1.      Pada masa kepercayaan Animisme ritual-ritual yang telah di rutinitaskan oleh masyarakat jawa tersebut, bertujuan sebagai berikut :
·         Agar terhindar dari gangguan roh-roh jahat
·         Memohon berkah dari yang mbahureksa
·         Keselamatan bagi diri sendiri dan keluarga
2.      Masa kepercayaan Dinamisme,
Masyarakat melakukan tindakan keagamaan dengan berusaha untuk menambah kekuatan batin agar dapat mempengaruhi kekuatan alam semesta atau jagad raya. Hal itu dilaksanakan bertujuan agar semua kekuatan yang akan mempengaruhi kehidupan diri dan keluarganya dapat dikalahkan.
3.      Masa Hindu-Budha,
Masa selanjutnya adalah masa datangnya Hindu-Budha di jawa, yang di dalamnya terdapat beragam kebudayaan berupa ritual-ritual. Diantaranya tujuan dilakukannya berbagai ritual adalah:
·         Untuk memperoleh kesejahteraan ekonomis
·         Untuk menjaga keserasian kosmis antara kekuatan yang saling berlawanan
·         Untuk menjaga keseimbangan antar desa
·         Menghindari goncangan yang dapat mengakibatkan turunnya kesejahteraan materil
·         Sebagai penghormatan terhadap dewa brahmana
4.      Masuknya islam di jawa.
Ritual-ritual pada masa ini merupakan sisa peninggalan dari masa Animisme hingga masa Hindu-Budha yang kemudian mengalami sinkretis(percampuran). Jadi kebudayaan yang berupa ritual pada masa islam adalah proses akulturasi masa pra-islam dengan islam. Adapun tujuan-tujuan diadakannya ritual-ritual yang telah berlangsung pada masa ini hingga sekarang adalah :
·         Mencari keselamatan kepada yang Maha kuasa
·         Untuk menagkal pengaruh buruk dari kekuatan gaib yang tidak dikehendaki
·         Menjalin sosialisasi yang kuat antar masyarakat
·         Memperoleh keberkahan dari yang Maha kuasa
·         Sebagai penyucian rohani
·         Mengembalikan mnusia pada fitrah-Nya sebagai makhluk yang mengimani sang penciptanya (Al-Khaliq) sebagai satu-satunya tuhan pencipta alam semesta.
















                                                        PENUTUP

A.    Kesimpulan

Ritual merupakan seperangkat aktivitas yang melibatkan agama atau magi, yang dimantabkan melalui tradisi. Biasanya berupa kegiatan-kegiatan upacara yang didalamnya terdapat simbol tersendiri.
Adapun ritual-ritual yang ada dan sudah di lakukan secara turun temurun dari masa ke masa diantaranya yang paling populer adalah:
a.       Upacara keselamatan bertujuan mencari keselamatan dan memohon berkah
b.      Pemberian sesaji bertujuan menghindarkan diri dan keluarga dari kekuatan gaib yang jahat
c.       Upacara arak-arakan
d.      Upacara keagamaan, seperti grebeg, maulud bertujuan untuk memperingati hari-hari besar islam

B.     Saran

Manusia adalah tempatnya salah dan lupa. Oleh karena itu, pastilah dalam makalah ini masih banyak terdapat kesalahan-kesalahan, baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja, maka dari itu saya mohon sarannya, agar kedepannya dapat lebih baik lagi.






















                                    DAFTAR PUSTAKA


Amin, Darori, Islam dan kebudayaan jawa, Yogyakarta: Gama media, 2000.
Geertz, Clifford, Abangan, santri,priyayi dalam masyarakat jawa, Jakarta: Pustaka jaya,1981
Sofwan, Ridin, Dkk, Merumuskan kembali interelasi islam-jawa, Semarang: Gama Media, 2004.
Suyono, R.P., Dunia mistik orang jawa (roh, ritual, benda magis), Yogyakarta: LKIS, 2007.
Syam, Nur, Islam pesisir, Yogyakarta: LKIS,2005


[1] Nur Syam, islam pesisir, Yogyakarta: LKIS , 2005, hal. 18
[2] Ridin Sofwan, Dkk, Merumuskan kembali Interelasi Islam-jawa, Semarang : Gama Media, 2004, hal. 184
[3] Darori Amin, Islam dan Kebudayaan jawa, Yogyakarta: Gama media, 2000, hal. 6
[4] Ibid: hal. 9.
[5] Ibid: hal. 16.
[6] Nur Syam, opcit, hal.22 dan 168
[7] Ridin Sofwan, Dkk, op-cit, hal. 205.
[8] Clifford Geertz, Abangan,Santri, Priyayi, dalam Masyarakat Jawa, Jakarta: Pustaka Jaya, hal.13.

[9] R.P. Suyono ,Dunia roh, ritual,benda magis, Yogyakarta: LKIS,2007,hal. 132

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Adbox