Breaking

LightBlog

Selasa, 07 Juni 2016

Nasikh Mansukh


BAB I
PENDAHULUAN
a. Latar belakang
Dalam memahami Al-Qur’an kita memerlukan pengetahuan tentang Nasikh Mansukh,karena pengetahuan tentang hal tersebut merupakan bagian penting,baik dalam ilmu tafsir maupun ilmu hadist. oleh karena itu disini kami akan sedikit memaparkan tentang Nasikh Mansukh.

b. Rumusan masalah
1. Definisi Nasikh Mansukh dan syarat-syaratnya?
2. Dalil-dalil mengenai keberadaan Nasikh Mansukh?
3. Proses terjadinya Nasikh dan pembagian Nasikh?
4. Macam-macam Nasikh dalam Al-Qur’an?
5. Cara mengetahui Nasikh mansukh?
6. Pendapat ulama tentang Nasikh Mansukh?
7. Hikmah adanya Nasikh Mansukh dalam Al-Qur’an?

c. Tujuan
Mahasiswa diharapkan mampu memahami tentang Nasikh dan Mansukh






















BAB II
PEMBAHASAN
1. Definisi Nasikh Mansukh dan syarat-syaratnya

Naskh menurut bahasa dipergunakan untuk arti izalah (menghilangkan) atau memindahkan sesuatu dan mengalihkannya dari satu kondisi ke kondisi lain.
Sementara ia sendiri tetap seperti sedia kala. Sedang secara istilah adalah seruan pembuat syari'at yang menghalangi keberlangsungan hukum seruan pembuat syari'at sebelumnya yang telah ditetapkan. Adapun nasikh (penghapus), kadang digunakan untuk menyebut Allah.
     Mansukh adalah hukum yang diangkat atau yang dihapuskan.Seperti hukum iddah setahun penuh bagi wanita yang ditingggal mati suaminya. Dalam naskh, hukum yang dinaskh secara syar'I wajib ditunjukkkan oleh dalil yang menjelaskan dihilangkannya hukum secara syar'I, yang datangnya setelah khitab yang hukumnya dinaskh.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa dalam naskh diperlukan syarat-syarat berikut:
1)    Hukum  yang dimansukh adalah hukum syara'.
2)    Dalil penghapusan hukum tersebut adalah khitab syar'I yang datang lebih kemmudian dari khitab yang hukumnya mansukh.
3)    Khitab yang mansukh hukumnya tidak terikat (dibatasi) dengan waktu tertentu. Sebab jika tidak demikian maka hukum akan berakhir dengan berakhirnya waktu tersebut. Dan yang demikian tidak dinamakan naskh.

2. Dalil-dalil mengenai keberadaan Nasikh Mansukh
Surat Al-Baqoroh ayat:106
ماننسخ من اية او ننسها نأت بخير منها اومثلها الم تعلم ان الله على كل شيء قدير.
"Ayat mana saja yang Kami nasakhkan, atau Kami jadikan (manusia) lupa kepadanya, Kami datangkan yang lebih baik daripadanya atau yang sebanding dengannya. Tidakkah kamu mengetahui bahwa sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu?." Qs. Al-Baqarah: 106
Surat An-Nahl ayat:101
واذا بدلنا ءاية مكان ءاية والله أعلم بما ينزل قالوا أنما أنت مفتر بل أكثرهم لا يعلمون
"Dan apabila Kami letakkan suatu ayat di tempat ayat yang lain sebagai penggantinya padahal Allah lebih mengetahui apa yang diturunkan-Nya, mereka berkata: "Sesungguhnya kamu adalah orang yang mengada-adakan saja". Bahkan kebanyakan merekatiadamengetahui." Qs. An-Nahl:101
3. Proses terjadinya Nasikh dan pembagiannya
1)    Naskh Al-Qur'an dengan Al-Qur'an
Bagian ini disepakati kebolehannya dan telah terjadi dalam pandangan mereka yang mengatakan adanya naskh. Misalnya, naskh hukum iddah selama satu tahun, telah dinaswkh dengan hukum iddah selama empat bulan 10 hari.
والذين يتوفون منكم ويذرون أزواجا وصية لأزوجهم متعا الى الحول غير أخراج فأن خرجن فلا جناح عليكم فى ما فعلن فى أنفسهن من معروف والله عزيز حكيم
"Dan orang-orang yang akan meninggal dunia di antara kamu dan meninggalkan isteri, hendaklah berwasiat untuk isteri-isterinya, (yaitu) diberi nafkah hingga setahun lamanya dan tidak disuruh pindah (dari rumahnya). Akan tetapi jika mereka pindah (sendiri), maka tidak ada dosa bagimu (wali atau waris dari yang meninggal) membiarkan mereka berbuat yang ma'ruf terhadap diri mereka. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana."  (Qs. Al-Baqarah: 240)
والذين يتوفون منكم ويذرون أزوجا يتربصن بأنسهن أربعة أشهر وعشرا فأذابلغن أجلهن فلاجناح عليكم فيما فعلن فى أنفسهن بالمعروف والله بما تعملون خبير
"Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan meninggalkan isteri-isteri (hendaklah para isteri itu) menangguhkan dirinya (ber'iddah) empat bulan sepuluh hari. Kemudian apabila telah habis 'iddahnya, maka tiada dosa bagimu (para wali) membiarkan mereka berbuat terhadap diri mereka menurut yang patut. Allah mengetahui apa yang kamu perbuat." (Qs. Al-Baqarah: 234)

2)    Naskh Al-Qur'an dengan hadits
a.    Naskh Al-Qur'an dengan hadist ahad.
Jumhur ulama berpendapat hal ini tidak boleh, sebab Al-Qur'an adalah mutawatir  dan menunjukkan yakin, sedang hadits ahad dzanniy, bersifat dugaan, disamping tidak sah pula menghapuskan sesuatu yang maklum dengan yang dugaan.
b.    Naskh Al-Qur'an dengan hadits mutawatir.
Hal ini diperbolehkan oleh Imam Malik, Abu Hanifah dan Imam Ahmad dalam satu riwayat, sebab masing-masing keduanya adalah wahyu. Allah berfirman:
وما ينطق عن الهوى ّ أن هو الا وحي يوحى                                                                            
"Dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Quran) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya)." (Qs. An-Najm: 3-4)
وأنزلنا أليك الذكر لتبين للناس مانزل إليهم ولعلهم يتفكرون                                                                
"Keterangan-keterangan (mukjizat) dan kitab-kitab. Dan Kami turunkan kepadamu Al Quran, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan." (Qs. An-Nahl: 44)
Sedang Imam Syafi'I, Ahli Dhahir dan Ahmad dalam riwayat yang lain menolak menolak naskh seperti ini, berdasarkan firman Allah:
ماننسخ من اية او ننسها نأت بخير منها اومثلها الم تعلم ان الله على كل شيء قدير
"Ayat mana saja yang Kami nasakhkan, atau Kami jadikan (manusia) lupa kepadanya, Kami datangkan yang lebih baik daripadanya atau yang sebanding dengannya. Tidakkah kamu mengetahui bahwa sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu?." (Qs. Al-Baqarah: 106)
Sedang hadits tidak lebih baik dari atau sebanding dengan Al-Qur'an.

3)    Naskh sunnah dengan Al-Qur'an
Jumhur ulama' membolehkannya. Seperti, masalah menghadap ke Baitul Makdis yang ditetapkan dengan sunnah dan didalam Al-Qur'an tidak terdapat dalil yang menunjukkkannya. Kemudian dinaskh oleh Al-Qur'an dengan firman Allah:
قد نرى تقلب وجهك فى السماء فلنولينك قبلة ترضها فول وجهك شطر المسجد الحرام وحيث ما كنتم فولوا وجوهكم شطره وإن الذين أوتوا الكتب ليعلمون أنه الحق من ربهم وما الله بغفل عما يعملون
"Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langitوmaka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan dimana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. Dan sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al Kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Tuhannya; dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan." (Qs. Al-Baqarah: 144)
Naskh yang pertama kali dalam Al-qur'an adalah naskh tentang qiblat.

4)    Naskh sunnah dengan sunnah
Dalam katagori seperti ini terdapat empat bentuk. Naskh mutawatir dengan mutawatir, naskh ahad dengan ahad, naskh mutawatir dengan ahad. Tiga bentuk pertama diperbolehkan, sedangkan pada bentuk keempat terjadi silang pendapat seperti halnya naskh Al-Quran dengan hadits ahad, yang tidak diperbolehkan oleh jumhur.

4. Macam-macam Nasikh
Berdasarkan kejelasan dan cakupanya, naskh dalam Al-Qur’an dibagi menjadi empat macam yaitu:
1.Naskh Sharih, yaitu ayat yang secara jelas menghapus hukum yang terdapat pada ayat yang terdahulu. Misal ayat tentang perang (Qital) pada ayat 65 surat Al-Anfal yang mengharuskan satu orang muslim melawan sepuluh orang kafir:
يأيها الني حرض المؤمنين على القتال إن يكن منكم عشرون صبرون يغلبوا ماءتين وإن يكن منكم ماءت يغلبوا ألفا من الذين كفروا بأنهم قوم لا يفقهون
“Hai Nabi, korbankanlah semangat orang mukmin untuk berperang jika ada dua puluh orang yang sabar diantara kamu, pasti mereka akan dapat mengalahkan dua ratus orang musuh. Dan jika ada seratus orang (yang sabar) diantara kamu, mereka dapat mengalahkan seribu kafir, sebab oang-orang kafir adalah kaum-kaum yang tidak mengerti. “ ( QS.Al-Anfal : 65 )
Dan menurut jumhur ulama’ ayat ini di-naskh oleh ayat yang mengharuskan satu orang mukmin melawan dua orang kafir pada ayat 66 dalam surat yang sama:
الئن خفف الله عنكم وعلم أن فيكم ضعفا فإن يكن منكم مائة صابرة يغلبوا مائتين وإن يكن منكم ألف يغلبوا ألفين بإذن الله والله مع الصبرين
“ Sekarang Allah telah meringankankamu dan mengetahui pula bahwa kamu memiliki kelemahan. Maka jika ada diantara kamu seratus orang yang sabar, niscaya mereka dapat mengalahkan dua ratus orang kafir, dan jika diantar kamu terdapat seribu  orang (yang sabar), mereka akan dapat mengalahkan dua ribu orang kafir.” ( QS.Al-Anfal : 66 )
2.Naskh dhimmy, yaitu jika terdapat dua naskh yang saling bertentangan dan tidak dikompromikan, dan keduanya turun untuk sebuah masalah yang sama, serta keduanya diketahui waktu turunya, ayat yang datang kemudian menghapus ayat yang terdahulu. Misalnya, ketetapan Allah yang mewajibkan berwasiat bagi orang-orang yang akan mati yang terdapat dalam surat Al-Baqarah:180
كتب عليكم إذا حضر أحد كم الموت إن ترك خيرا الوصية للولدين والأقربين بالمعروف حقا على المتقين        
“Diwajibkan atas kamu, apabila seseorang diantara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, untuk berwasiat bagi ibu bapak serta karib kerabatnya secara ma’ruf.“)Qs. Al-Baqoroh:180)
Ayat ini di-naskh oleh suatu hadist yang mempunyai arti tidak ada wasiat bagi ahli waris.
3.Naskh kully, yaitu menghapus hukum yang sebelumnya secara keseluruhan. Contohnya, ‘iddah empat bulan sepuluh hari pada surat Al-Baqarah (2) 234 di-naskh oleh ketentuan ‘iddah satu tahun pada ayat 240 dalam surat yang sama.
4.Naskh juz’i, yaitu menghapus hukum umum yang berlaku pada semua individu dengan hukum yang hanya berlaku bagi sebagian individu,atau menghapus hukum yang bersifat  muthlaq dengan hukum yang muqayyad. Contohnya, hukuman dera 80 kali bagi orang yang menuduh seorang wanita tanpa adanya saksi pada surat An-Nur ayat 4
والذين يرمون المحصنت ثم لم يأتوا بأربعة شهداء فاجلدوهم ثمنين جلدة ولاتقبلوالهم شهدة أبدا وأولىئك هم الفسقون
“dan orang-orang yang menuduh perempuan-perempuan yang baik(berzina)dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi,maka deralah mereka delapan puluh kali,dan janganlah kamu terima kesaksian mereka selama-lamanya. Mereka itulah orang-orang yang fasik”(Qs. An-Nur:4)
dihapus oleh ketentuan li’an, bersumpah empat kali dengan nama Allah, jika sipenuduh suami yang tertuduh, pada ayat 6 dalam surat yang sama.
والذين أزوجهم ولم يكن لهم شهداء إلا أنفسهم فشهدة أحدهم أربع شهدة باالله إنه لمن الصدقين                    
“dan orang-orang yang menuduh istrinya (berzina),padahal mereka tidak mempunyai saksi-saksi selain diri mereka sendiri,maka kesaksian masing-masing orang itu ialah empat kali bersumpah dengan nama Allah,bahwa dia termasuk orang-orang yang berkata benar”(Qs. An-Nur:6)
Dilihat dari segi bacaan dan hukumnya, mayoritas ulama membagi naskh menjadi tiga macam yaitu:
1.Penghapusan terhadap hukum dan bacaan (tilawah) secara bersamaan. Ayat-ayat yang terbilang kategori ini tidak dibenarkan dibaca dan diamalkan. Misal sebuah riwayat Al Bukhori Muslim yaitu hadis Aisyah R.A.
كان فيما أنزل من القران عشر رضعات معلومات فتو فيرسول الله صلى الله عليه وسلم وهن فيما يقرأ من القران
Artinya :
“ Dahulu termasuk yang diturunkan (ayat Al-qur’an) adalah sepuluh radaa’at (isapan menyusu) yang diketahui, kemudian di naskh oleh lima (isapan menyusu) yang diketahui. Setelah rasulullah wafat, hukum yang terakhir tetap dibaca sebagai bagian Al-qur’an. “
2.Penghapusan terhadap hukumnya saja sedangkan bacaanya tetap ada. Misalnya ayat tentang mendahulukan sedekah ( QS.Mujadilah : 12 : )
يأيهاالذين ءامنوا إذا نجيتم الرسول فقدموا بين يدي نجوكم صدقة ذلك خيرلكم وأظهر فإن لم تجدوا فإن الله غفور رحيم
Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu mengadakan pembicaraan khusus dengan Rasul, hendaknya kamu mengeluarkan sedekah (kepada orang miskin) sebelum pembicaraan itu. Yang demikian itu adalah lebih baik bagimu dan lebih bersih, jika kamu tiada memperoleh (yang akan disedekahkan) maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun Lagi Maha Penyayang“ ( QS.Mujadilah : 12 ).
Ayat ini di Naskh oleh surat yang sama ayat 13:
ءأشفقتم أن تقدموا بين يدى نجوكم صدقت فإذا لم تفعلوا وتاب الله عليكم فأقيموا الصلوة وءاتواالزكوة وأطيعوا الله ورسوله والله خبير بما تعملون
Artinya:
“Apakah kamu takut akan (menjadi miskin) karena kamu memberikan sedekah sebelum pembicaraan dengan Rasul?maka jika kamu tiada memperbuatnya dan Allah telah memberi tobat kepadamu, maka dirikanlah salat, tunaikanlah zakat, dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya, dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.“ (QS.Al-Mujadilah:13)
3.Penghapusan terhadap bacaan saja, sedangkan hukumnya tetap berlaku. Contoh kategori ini biasanya diambil dari yat rajam. Mula-mula ayat  rajam ini terbilang ayat Al-Qur’an. Ayat yang dinyatakan mansukh bacaanya, sementara hukumnya tetap berlaku itu adalah :
أذازناالشيخ والشيخة فارجموهما
Artinya :
“ Jika seorang pria tua dan wanita tua berzina, maka rajamlah keduanya“.
Cerita tentang ayat orang tua berzina diataas diturunkan berdsarkan riwayat Ubay bin Ka’ab bin Abu Umamah bin Sahl menurunkan bunyi yang bernada mengenai ayat yang dianggap bacaanya mansukh itu. Umamah mengatakan bahwa Rasulullah telah mengajarkan kami membaca ayat rajam :
الشيخ والشيخة فارجموهما البتة بماقضيا من الذة .
Artinya :
“Seorang pria tua dan seorang wanita tua, rajamlah mereka lantaran apa yang mereka perbuat dalam bentuk kelezatan (zina).”

5. Cara mengetahui Nasikh Mansukh
Nasikh dapat diketahui melalui beberapa hal berikut :
1.Ditetapkan dengan tegas oleh Rasulullah SAW, seperti hadits ;
نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ الْقُبُوْرِ أَلاَ فُزُوْرَهَا
“Semula aku melarangmu untuk berziarah ke kubur, tetapi (sekarang) berziarahlah“.
2.Melalui pemberitahuan seorang sahabat, seperti hadits Jabir bin Abdullah r.a. ia berkata :
كَانَ اخِرَ الامْرَيْنِ مِنْ رَسُوْلِ اللَّهِ ص.م. تَرْكَ الْوُضُوْءِ مِمَّا مَسَّتِ النّأرُ
“dua perintah terakhir Rasulullah SAW adalah tidak perlu berwudhu karena memakan makanan yang tersentuh api”. (HR.Abu Dawud dan al Nasa’i )
3.Melalui fakta sejarah, seperti hadits Syidad bin ‘Aus dan lainnya yang menjelaskan bahwa Rasulullah SAW bersabda :
أَفْطَرَ الْحَاجِمُ وَالْمَحْجُومُ  
“orang yang melakukan bekam dan orang yang dibekam batal puasanya”.
Dan hadits Ibnu Abbas r.a. ia berkata :
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ احْتَجَمَ وَهُوَ صَائِمٌ
“sesungguhnya Rasulullah SAW berbekam, padahal beliau sedang berpuasa“.
Dengan demikian, jelas bahwa hadits yang pertama (hadits Syidad) itu terjadi pada masa-masa penaklukan kota Makkah, yaitu pada tahun 8 Hijriyah dan hadits kedua (hadits Ibnu Abbas ) terjadi pada waktu Haji Wada’, yaitu pada tahun 10 Hijriyah. Jadi, hadits yang kedua merupakan Nasikh bagi hadits yang pertama.    
6. Pendapat ulama tentang Nasikh
Abu Muslim al-Asfahani. Menurutnya, secaralogikaNaskhdapatsajaterjadi, tetapitidakmungkinterjadimenurutsyara’. Dikatakan pula bahwaiamenolaksepenuhnyaterjadiNaskhdalam Al-Qur’an.
Pendapat Abu Muslim ini tidak dapat diterima, karena makna ayat tersebut ialah, bahwa Qur’an tidak didahului oleh kitab-kitab yang membatalkannya dan tidak datang pula sesudahnya sesuatu yang membatalkannya.
Jumhur Ulama. Mereka berpendapat Naskh adalah suatu hal yang dapat diterima akal dan telah pula terjadi dalam hukum-hukum syara’, berdasarkan dalil-dalil:
Perbuatan-perbuatan Allah tidak tergantung padahal alasan dan tujuan. Iabolehsajamemerintahkansesuatupadasuatuwaktudanmelarangnyapadawaktu yang lain. KarenahanyaDialah yang lebihmengetahuikepentinganhamba-hamba-Nya.
Nash-nashkitabdanSunahmenunjukkankebolehanNaskhdanterjadinya. Antara lain:
Firman Allah:
“Dan apabila Kami menggantisuatuayat di tempatayat yang lain…” (QS.An-Nahl [16]:101)
Dalamsebuahhadistshahih, dariIbn Abbas r.a., umarr.a.berkata : ”Yang paling pahamdan paling menguasai Qur’an diantara kami adalahUbai. Namundemikian kami pun meninggalkansebagianperkataannya, karenaiamengatakan: “Akutidakakanmeninggalkansedikit pun segalaapa yang pernahakudengardariRasulullah SAW, padahal Allah telahberfirman: Apasajaayat yang Kami Naskhkan, atau Kami jadikan (manusia) lupakepadanya…” (Al-Baqarah [2]:106)
7. Hikmah adanya Nasikh Mansukh dalam Al-Qur’an
Hikmah Adanya Naskh Dalam Al-Qur'an
Memelihara kepentingan hamba.
Perkembangan tasyri' menuju tingkat sempurna sesuai dengan perkembangan dakwah dan kondisi umat manusia.
Cobaaan dan ujian bagi mukallaf untuk mengikutinya atau tidak.
Menghendaki kebaikan dan kemudahan bagi umat. Sebab jika naskh itu beralih ke hal yang lebih berat maka didalamnya terdapat tambahan pahala dan jika beralih ke hal yang lebih ringan maka ia mengandung kemudahan dan keringanan.




























BAB III
PENUTUP
a. Kesimpulan
Dari segi bahasa nasikh bisa diartikan sebagai menghilangkan, pembatalan, menghapus, mengganti, menukar.
Secara etimologi dapat diartikan dengan yang dihapus, dinukil, disalin, selain itu ada juga yang mengartikansebagai “hukum yang diangkat”. Sedangkan secara terminology adalah hukum syara’ yang pertama yang belum diubah, dan dibatalkan atau diganti dengan oleh hukum dari dalil syara’ baru yang datang kemudian.

b. Saran
Dalam makalah pembahasan Nasikh Mansukh ini tentunya masih banyak kekurangan dan kekeliruan yang tidak kami ketahui,oleh karena itu dalam rangka intropeksi diri kami meminta kepada para pembaca untuk memberikan saran dan kritik terhadap makalah ini


























DAFTAR PUSTAKA

Manna Khalil Al-Qattan, StudiIlmu-Ilmu Qur’an, PustakaLiteraAntarNusa, Jakarta:
2001.
Nor Ichwan, MemahamiBahasa Al-Qur’an, PustakaSetia, Bandung: 2001.
Rosihon Anwar,  Ulum Al-Qur’an,PustakaSetia, Bandung: 2000.
Quraish Shihab,  Membumikan Al-Qur’an, (Bandung : MIzan, 1992

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Adbox